Penjualan batik madura melonjak pesat setelah Jembatan Suramadu beroperasi. Peningkatan juga dipengaruhi kesadaran warga menggunakan batik untuk keperluan sehari-hari.
Omzet saya bisa naik dua sampai tiga kali lipat, tetapi paling ramai Jumat, Sabtu, dan Minggu.
Peningkatan omzet dirasakan Supik, pemilik Toko Batik Tresna Art Bangkalan, dan pedagang di Pasar Batik Tujuh Belas Agustus, Pamekasan, akhir pekan ini.
Menurut Supik yang membuka gerai batik dan oleh-oleh khas Madura, Sabtu (6/2/2010), omzetnya mulai meningkat setelah pengakuan batik sebagai warisan budaya Nusantara pada 2 Oktober 2009. Penjualan semakin baik ketika Jembatan Suramadu dioperasikan.
”Omzet saya bisa naik dua sampai tiga kali lipat, tetapi paling ramai Jumat, Sabtu, dan Minggu. Pada akhir pekan, saya bisa menjual 500 potong kain,” ujar Supik, yang hari Sabtu menerima konsumen asal Padang.
Pedagang batik di Pasar Tujuh Belas Agustus, Fatimah Tuzzahro (40), Minggu kemarin, mengatakan, penjualan batik meningkat setelah ada Jembatan Suramadu. Minggu kemarin dia membawa 700 potong kain batik tulis dan cap yang dijual Rp 30.000 sampai Rp 250.000. Stok sebanyak itu biasanya terjual separuhnya.
Meski berjualan di pasar tradisional, rata-rata omzet penjualan para pedagang batik tradisional di Pasar Tujuh Belas Agustus mencapai jutaan rupiah per hari. Miskiyah (40) beserta Kosni (60) mengungkapkan, setiap hari rata-rata omzet penjualan batiknya Rp 2 juta hingga Rp 3 juta.
Muhammad Hasan (30), salah seorang pembeli batik madura asal Surabaya, setiap Kamis dan Minggu selalu menyempatkan diri membeli batik ke pasar batik tradisional Tujuh Belas Agustus dan menjualnya kembali ke Surabaya. ”Batik madura memiliki kekhasan, antara lain pewarnaan yang tajam, sebagian besar berupa batik tulis, dan modelnya variatif,” katanya.
Antusiasme masyarakat
Salah seorang konsumen dari Sumenep, Yoyok Mustajab (40), mengatakan, antusiasme warga menggunakan batik meningkat setelah ada pengakuan batik dari Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO). Dia biasanya membeli batik untuk dikirim ke Surabaya dan Jakarta.
Pemerintah Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, memfasilitasi lokasi penjualan batik di Pasar Batik Jokotole. Kios disiapkan belasan, dengan harga sewa Rp 35 juta untuk 20 tahun.
Wakil Bupati Pamekasan Kadarisman Sastrodiwirdjo mengatakan, pemkab sedang membuka pasar batik Pamekasan ke luar daerah, seperti Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi. Targetnya, kerajinan batik yang masih menjadi mata pencarian sampingan bisa menjadi mata pencarian pokok bagi masyarakat.
Dari sisi pendapatan asli daerah (PAD) Pamekasan, tahun ini ditargetkan Rp 38 miliar. Diharapkan kerajinan tradisional batik madura mampu mendongkrak PAD. (HRD/INA/ABK)
Omzet saya bisa naik dua sampai tiga kali lipat, tetapi paling ramai Jumat, Sabtu, dan Minggu.
Peningkatan omzet dirasakan Supik, pemilik Toko Batik Tresna Art Bangkalan, dan pedagang di Pasar Batik Tujuh Belas Agustus, Pamekasan, akhir pekan ini.
Menurut Supik yang membuka gerai batik dan oleh-oleh khas Madura, Sabtu (6/2/2010), omzetnya mulai meningkat setelah pengakuan batik sebagai warisan budaya Nusantara pada 2 Oktober 2009. Penjualan semakin baik ketika Jembatan Suramadu dioperasikan.
”Omzet saya bisa naik dua sampai tiga kali lipat, tetapi paling ramai Jumat, Sabtu, dan Minggu. Pada akhir pekan, saya bisa menjual 500 potong kain,” ujar Supik, yang hari Sabtu menerima konsumen asal Padang.
Pedagang batik di Pasar Tujuh Belas Agustus, Fatimah Tuzzahro (40), Minggu kemarin, mengatakan, penjualan batik meningkat setelah ada Jembatan Suramadu. Minggu kemarin dia membawa 700 potong kain batik tulis dan cap yang dijual Rp 30.000 sampai Rp 250.000. Stok sebanyak itu biasanya terjual separuhnya.
Meski berjualan di pasar tradisional, rata-rata omzet penjualan para pedagang batik tradisional di Pasar Tujuh Belas Agustus mencapai jutaan rupiah per hari. Miskiyah (40) beserta Kosni (60) mengungkapkan, setiap hari rata-rata omzet penjualan batiknya Rp 2 juta hingga Rp 3 juta.
Muhammad Hasan (30), salah seorang pembeli batik madura asal Surabaya, setiap Kamis dan Minggu selalu menyempatkan diri membeli batik ke pasar batik tradisional Tujuh Belas Agustus dan menjualnya kembali ke Surabaya. ”Batik madura memiliki kekhasan, antara lain pewarnaan yang tajam, sebagian besar berupa batik tulis, dan modelnya variatif,” katanya.
Antusiasme masyarakat
Salah seorang konsumen dari Sumenep, Yoyok Mustajab (40), mengatakan, antusiasme warga menggunakan batik meningkat setelah ada pengakuan batik dari Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO). Dia biasanya membeli batik untuk dikirim ke Surabaya dan Jakarta.
Pemerintah Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, memfasilitasi lokasi penjualan batik di Pasar Batik Jokotole. Kios disiapkan belasan, dengan harga sewa Rp 35 juta untuk 20 tahun.
Wakil Bupati Pamekasan Kadarisman Sastrodiwirdjo mengatakan, pemkab sedang membuka pasar batik Pamekasan ke luar daerah, seperti Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi. Targetnya, kerajinan batik yang masih menjadi mata pencarian sampingan bisa menjadi mata pencarian pokok bagi masyarakat.
Dari sisi pendapatan asli daerah (PAD) Pamekasan, tahun ini ditargetkan Rp 38 miliar. Diharapkan kerajinan tradisional batik madura mampu mendongkrak PAD. (HRD/INA/ABK)
Corak Batik Pamekasan Akan Dipatenkan
Pamekasan - Tidak ingin hasil kerajinan daerah dipatenkan oleh pihak asing, batik khas Pamekasan, Madura, akan dipatenkan. Pematenan hasil karya batik ini bakal dilakukan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pamekasan.
Rencana pematenan batik Pamekasan ini sendiri disambut gembira ratusan pengrajin batik di Desa Klampar dan Desa Toket, Kecamatan Propo.
Ahmadi, salah seorang pengrajin batik asal Desa Klampar mengatakan, pematenan corak batik Pamekasan akan memberikan kenyamanan bagi pembatik. Sebab, sejumlah corak batik Pamekasan, banyak ditiru pembatik daerah lain di Jawa.
"Jika dilindungi hak paten atau hak cipta, maka pembatik Pamekasan bisa melayangkan keberatan pada produsen batik luar Madura yang kedapatan meniru corak batik Madura," tegas Ahmadi, saat dihubungi di rumahnya di Desa Klampar, Minggu (14/9/2008)
Selain sebagai pengrajin batik, Ahmadi dikenal sebagai bapak angkat dari 25 orang pengrajin batik di Desa Klampar. Sebagai bapak angkat, Ahmadi memberikan modal dan membantu pemasaran batik buah karya pembatik yang jadi mitranya.
Permintaan kain batik sendiri menjelang lebaran meningkat pesat. Hingga pertengahan puasa ini, Ahmadi mengaku telah mengirimkan masing-masing sepuluh kodi ke pembeli di Surabaya dan Jakarta.
"Pagi tadi, saya mendapat pesanan sepuluh kodi dari pembeli di Jogjakarta," ungkapnya. Pada hari normal, permintaan kain batik tak lebih dari 5 kodi setiap bulan.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pamekasan Bahrun, menyatakan hak cipta atas corak batik khas Pamekasan, Madura akan dilakukan setelah lebaran nanti.
Bahrun berjanji, akan membawa sejumlah corak batik khas Pamekasan ke kantor Direktorat Hak Cipta Departemen Hukum dan HAM di Jakarta. "Semoga saja pengajuan hak cipta corak batik khas Pamekasan, akan berjalan lancar dan sukses," kata Bahrun setengah berharap.
Dinas Perindustrian Pamekasan mencatat terdapat 105 orang pengrajin batik. Mereka tersebar di Desa Klampar dan Desa Toket kecamatan Propo. Pemasaran kain batik Pamekasan, tersebar ke kota-kota besar di Pulau Jawa. Seperti di Jakarta, Bandung, Semarang, Jogjakarta, dan Surabaya.
Bahkan, kain batik karya pengrajin Pamekasan ini telah dipasarkan hingga Malaysia dan Singapura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar